EKSISTENSI SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU
NEGERI GDE PUDJA MATARAM DALAM SILANG PERADABAN GLOBALISASI
oleh :
Ida Bagus Made Arjana
A.PENDAHULUAN
Thomas Friedman (2005) dalam bukunya, “The World is Flat, A Brief History of The Globalized World in The 21st Century” menyatakan bahwa dunia saat ini benar-benar terintegrasi menjadi satu lapangan permainan. Dalam istilah Friedman, dunia sudah menjadi datar, tidak lagi bulat. Semua orang dari seluruh penjuru dunia dapat bermain dalam “lapangan permainan dunia”. Tidak ada lagi kendala jarak dan batas-batas negara. Thomas Friedmann memberi contoh bagaimana India dan China memposisikan dirinya pada proses global. Dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuannya, India dan China dapat memposisikan dirinya dalam “supply chain” global.
Bagaimana dengan sistem pendidikan kita dalam percaturan dalam peradaban global? Salah satu modal dasar yang diperlukan adalah pendidikan yang berkualitas yang mampu beradaptasi pada kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat di luar, sehingga kita dapat memposisikan diri pada tempat yang baik di percaturan global. Upaya peningkatan kualitas pendidikan yang sedang berjalan antara lain berupa upaya peningkatan pemerataan akses pendidikan tinggi; peningkatan mutu dan relevansi pendidikan tinggi dalam rangka meningkatkan kontribusi terhadap daya saing; peningkatan mutu pengelolaan Perguruan Tinggi menuju tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik.
Dalam setiap perguruan tinggi diperlukan sistem penjaminan mutu internal yang credible yang menuntut adanya kegiatan evaluasi diri dan benchmark untuk pengembangan institusi secara berkelanjutan serta penilaian mutu oleh fihak luar dalam rangka pemberian penghargaan. Kegiatan penjaminan mutu eksternal ini di antaranya adalah akreditasi oleh BAN-PT.
Untuk menjamin konsistensi mutu dan relevansi pendidikan dibutuhkan sebuah organisasi pengelola yang sehat. Ciri-ciri organisasi yang sehat adalah berkembangnya suasana akademik yang menciptakan kebebasan akademik, mendorong inovasi, kreativitas dan ide-ide setiap individu; Terciptanya sistem nilai, norma, tata tertib dan prosedur operasi standar yang memungkinkan terjadinya team building dan team spirit, sehingga aktivitas kelompok-kelompok menjadi lebih produktif dan maksimal; Terbentuknya kemampuan memasarkan hasil-hasil kegiatan penelitian; Berlakunya prinsip meritokrasi sehingga tercipta motivasi individual untuk bekerja keras dan meraih keunggulan; Berkembangnya kemampuan untuk menjalin kerjasama yang berkelanjutan di dalam maupun diluar perguruan tinggi, ditingkat nasional maupun internasional.
Melalui dharma pendidikan perguruan tinggi harus mampu memberdayakan proses pendidikan yang sedemikian rupa agar seluruh mahasiswanya berkembang menjadi lulusan sebagai sumber daya manusia berkualitas yang memiliki kompetensi paripurna secara intelektual, profesional, sosial, moral dan personal. Dharma kedua yaitu penelitian, perguruan tinggi harus mampu mewujudkan sebagai satu institusi ilmiah akademik yang daapt menghasilkan berbagai temuan inovatif melalui kegiatan-kegiatan penelitian. Melalui penelitian ini perguruan tinggi dapat mengembangkan dirinya serta memberikan sumbangan nyata bagi pengembangan bidang keilmuan dan aplikasi dalam berbagai upaya pembaharuan. Selanjutnya melalui dharma ketiga yaitu pengabdian keberadaan perguruan tinggi harus dapat dirasakan manfaatnya bagi kemajuan masyarakat. Hal ini mengandung makna bahwa eksistensi perguruan tinggi harus dirasakan oleh masyarakat disekitarnya dengan memberikan pemahaman kepada masyaraat sesuai dengan bidangnya.
B. KLASIFIKASI PERENGKINGAN PERGURUAN TINGGI
Lembaga perengkingan global yang melakukan penelitian, penilaian dan perenkingan untuk menentukan suatu perguruan tinggi masuk dalam World Class Universities (WCU)/perguruan tinggi bertaraf internasionaladalah :
1. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan pasal 60 ,61 (2) PP tentang akreditasi PT
2. Professional Ranking of World Class Universities
3. The Times Higher Education-QS World University Rankings
4. (ARWU) Akademic Rangking of word Univ.
5. News Week dengan Top 100 Global Universitiesnya
6. (WRWU) Webometric Rangking of word Univ.
7. G Factor
8. Wuhan University
9. Regional and National Rankings
10. European Union
11. (SPWU) Performance Ranking of Scientific Papers for World Universities
Lembag-lembaga perenkingan yang menjadi acuan dan rujukan perguruan tinggi di Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan pasal 60 ,61 (2) PP tentang akreditasi PT
b. THE-QS (The Times Higher Education-Quacquarelli Symonds World University Rankings
c. (ARWU) Akademic Rangking of word Universities.
d. (WRWU) Webometric Rangking of word Universities.
e. (SPWU) Performance Ranking of Scientific Papers for World Universities
Lembaga-lembaga perengkingan global ini memiliki criteria, indicator dan bobot serta metodologi tersendiri dalam menghasilkan penilaian.
1) THE - QS
a) Kualitas penelitian (research quality)
b) Kualitas pengajaran (teaching quality)
c) Kualitas lulusan (graduate employability)
d) Aspek internasional (international outlook).
Untuk kualitas penelitian memiliki bobot 60% yang terdiri atas karya ilmiah (40%) dan hasil karya ilmiah yang dijadikan rujukan lembaga lain di dunia (20%).Untuk kualitas lulusan bobot penilaiannya 10% yang diukur dari besarnya lulusan yang diterima di tempat kerja. Sementara aspek internasional berbobot 10% yang masing-masing indikatornya didasarkan pada keberadaan fakultas bertaraf internasional dan jumlah mahasiswa asing. Bobot penilaian kualitas pengajaran mendapat porsi 20% yang diukur berdasarkan rasio mahasiswa dengan jumlah staf pengajar (student faculty ratio).
2) (ARWU) Akademic Rangking of word Universities
a) Kualitas pendidikan (Kualitas pendidikan mendapat porsi 10% diukur dari berapa banyaknya alumni dari perguruan tinggi tersebut yang memenangkan hadiah nobel atau medali bergensi perbidang ilmu)
b) Kualitas staf pengajar (Kualitas staf pengajar mendapat porsi penilaian 40%, dinilai dari berapa banyak dosen perguruan tinggi tersebut yang memenangkan hadiah nobel dan medali dalam berbagai bidang ilmu serta juga dilihat dari berapa jumlah peneliti yang diakui di dunia dalam bidang keilmuan)
c) Kualitas dan ouput dari penelitian (hasil penelitian mendapat porsi 40% diukur dari jumlah artikel hasil penelitian yang berhasil di publikasikan pada jurnal-jurnal internasional yang terdaftar dalam Science Citation Index dan Social Science Citation Index)
d) Kualitas performance akademik (performance akademik mendapat porsi 10%.)
3) (WRWU) Webometric Rangking of word Universities
Yaitu sistem informasi berbasis Webside: Tujuan umum dari WRWU adalah mendorong komunitas akademik mengenai pentingnya publikasi melalui web. Yang perlu dicatat adalah indikator berbasis web tersebut bukan hanya sekedar diseminasi dari pengetahuan akademis saja, tetapi juga mengukur kegiatan ilmiah, kinerja dan dampaknya juga.
WRWU menggunakan empat indikator yaitu Visibility (V), Size (S), Rich Files ( R), dan Scholar (Sc). Perlu dicermati bahwa WRWU walaupun menggunakan basis web sebagai indikator atau media pengukurannya, tidak berarti bahwa sebuah perguruan tinggi hanya mengedepankan kemampuanya dalam teknologi web. Atau dengan kata lain, WRWU bukan hanya mengukur web sebagai alat atau prasarana dari sebuah perguruan tinggi. Indikatornya secara umum berkaitan erat juga dengan keberhasilan proses pendidikan yang mencakup kegiatan pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. WRWU sendiri mencakup empat tujuan yang sekaligus menunjukkan batasan dan interpretasi terhadap hasil pemeringkatannya.
a) Penilaian terhadap proses dan output dari pendidikan tinggi. Tujuan WRWU memang mempromosikan publikasi melalui web oleh masing-masing PT, mengevaluasi komitmennya terhadap distribusi elektronik, serta mengurangi kesenjangan digital di bidang akademik di antara negara-negara.
b) WRWU mengukur volume, visibilitas, dan dampak dari halaman web yang dipublikasikan oleh sebuah perguruan tinggi, dengan penekanan pada output ilmiah misalnya makalah referensi, kontribusi konferensi, monograph, tesis, laporan dll. Selain itu, juga diperhitungkan materi lainnya seperti materi ajar, dokumentasi seminar dan workshop, perpustakaan digital, basis data, multimedia, atau situs pribadi. Sasaran pemeringkatan dari WRWU secara langsung adalah otoritas perguruan tinggi. Jika kinerja web-nya lebih rendah dari posisi yang diharapkan, maka perguruan tinggi tersebut perlu mempertimbangkan kembali kebijakan di bidang web, melakukan peningkatan substansial volume dan mutu dari publikasi elektroniknya.
c) Keberagaman institusi dilihat dari misi dan tujuannya masing-masing. Ukuran mutu untuk perguruan tinggi yang berorientasi riset adalah relatif sedikit berbeda dengan perguruan tinggi yang menyediakan akses yang luas kepada komunitas masyarakat yang dilayaninya. Namun posisinya dalam WRWU tetap berpijak pada kinerja masing-masing perguruan tinggi dalam menghasilkan output akademis yang dipublikasikan melalui web.
d) Sumber informasi dan interpretasi data. Akses terhadap informasi di web umumnya dilakukan melalui mesin pencari. Media perantara tersebut bersifat gratis, universal, dan sangat powerful, meskipun perlu dipertimbangkan keterbatasan atau kelemahan-kelemahannya, seperti wilayah cakupan dan bias, kurangnya trasfaransi, atau rahasia dan strategi dagang. Mesin pencari- seperti Google, Yahoo, MSN, dan Exalead, merupakan kunci untuk mengukur visibility dan dampak dari website sebuah perguruan tinggi.
4) (SPWU) Performance Ranking of Scientific Papers for World Universities
a) Produktivitas riset
b) Dampak riset
c) Keunggulan riset
5) Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dengan pasal 60 ,61 (2) PP tentang akreditasi PT
14 point yang dinilai oleh lembaga ini terhadap suatu perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi yang berkeinginan untuk diakreditasi antara lain “
a) Eligibilitas/ Integritas/ Visi/ Misi/ Sasaran/ Tujuan,
b) Mahasiswa/ Dosen/ Tenaga Pendukung,
c) Kurikulum,
d) Sarana dan Prasarana,
e) Keuangan/ Pendanaan,
f) Tata Pamong (Governance),
g) Pengelolaan Program,
h) Proses Pembelajaran,
i) Suasana Akademik,
j) Sistem Informasi,
k) Sistem Jaminan Mutu,
l) Lulusan,
m) Penelitian/ Publikasi/ Skripsi/ Tugas Akhir,
n) Pengabdian pada masyarakat/Keluaran lanilla
C. SISTEM PENDIDIKAN DI ERA GLOBALISASI
1. Sistem Pendidikan Jepang
Titik balik sejarah reformasi pendidikan di Jepang dapat ditilik sejak 140 tahun lalu di era yang dikenal Restorasi Meiji (1868-1912). Reformasi pendidikan merupakan salah satu agenda utama modernisasi negara Jepang. Sebagai awal modernisasi, Jepang membentuk beberapa misi khusus yang dikirim ke luar negeri. Misi-misi ini mengunjungi beberapa negara di Eropa, Amerika Serikat, dan juga Asia. Para pemimpin Jepang ini yang kebanyakan dari golongan samurai, pergi mempelajari peradaban Barat termasuk sistem pendidikannya.Tak dimungkiri lagi reformasi pendidikan di Jepang merupakan salah satu kunci keberhasilan negara ini baik di bidang ekonomi, teknologi, dan industri.
Topik dan isu pendidikan Jepang telah banyak mengundang perhatian peneliti Barat dan Jepang sendiri. G Sougen Victor Hori dan Thomas Rohlen (2006) menyatakan bahwa sistem pendidikan Jepang unik karena proses sejarah akulturasi yang panjang. Proses ini menghasilkan semangat spiritualisme kuno Jepang termasuk adaptasi budaya kuno (Buddha dan Confucianism) dari Cina.
Reformasi pendidikan pada masa awal modern Jepang sudah dilakukan secara radikal (Okano dan Tsuchiya, 2003). Awalnya, reformasi pendidikan dilakukan untuk mengubah sistem sekolah tradisional (terakoya) ke sistem modern. Sekolah yang awalnya hanya diperuntukkan bagi kaum bangsawan (samurai) diubah menjadi sistem pendidikan modern yang demokratis dan bagi semua golongan. Pascaperang (setelah 1945), melalui pengaruh pemikiran kolonial Amerika Serikat, reformasi pendidikan fokus ke pengembangan individu untuk industrialisasi negara. Tahun 1960-an kebijakan pelaksanaan ujian nasional (UN) juga pernah menjadi isu besar di Jepang. Dimotori oleh Serikat Guru Jepang (Nikkyouso) pemerintah dikritik habis dalam pelaksanaan ujian ala Jepang ini.
Setelah terjadi konflik berkepanjangan antara pemerintah dan nikkyouso serta gerakan masyarakat di tingkat akar rumput, tahun 1969 kebijakan UN dihapus. Pada 1980-an reformasi pendidikan menjadi isu nasional ketika PM Yasuhiro Nakasone menghapus kebijakan pengaruh kolonial Amerika yang dianggap tidak sesuai lagi. Melalui reformasi ini pendidikan lebih fokus untuk pembentukan identitas diri masyarakat Jepang sesuai pribadi asli bangsa Jepang. Mulai 1990 reformasi pendidikan menghasilkan kebijakan yang mendukung pengembangan lifelong learning. Pada 1886 Arinori Mori, menteri pendidikan pertama di Jepang, memisahkan antara institusi untuk studi akademis (gakumon) dan pendidikan (secara umum) atau kyouiku. Meski sistem ini dihapus pada 1945, pada praktiknya komponen gakumon dan kyouiku tetap ada di kurikulum sekolah modern.
Menurut kajian para peneliti, pendidikan Jepang lebih menekankan moral dan spiritual (Hori; Rohlen, 2006) dan soft-skill (termasuk kyouiku). Pendidikan Barat dianggap cenderung lebih menitikberatkan pengembangan kognitif. Dari fakta yang ada hasil pencapaian tes internasional matematika dan sains murid-murid di Jepang selalu menunjukkan angka tertinggi (Lynn, 1988; NCES, 2003). Richard Lynn, pakar psikologi dari University of Ulster, Inggris, dalam bukunya yang berjudul Educational Achievement in Japan: Lessons for the West menyarankan dunia Barat perlu belajar dari sistem pendidikan Jepang. Para peneliti rata-rata juga menyatakan bahwa spiritualisme (moral), pengembangan pribadi seutuhnya, sistem pendidikan yang efisien dan disempurnakan (kaizen) merupakan beberapa kunci keberhasilan pendidikan Jepang.
Reformasi pendidikan di Jepang dimulai perubahan pola berpikir (mind-set) pemimpin Jepang. Mempelajari model-model baru dan berani membuat langkah kebijakan radikal untuk berubah serta kebijakan pemerintah Jepang dalam bidang pendidikan dilakukan secara serius, berkelanjutan, dan terus disempurnakan. Sistem pendidikan Jepang pun juga memiliki beberapa sisi negatif (Lynn, 1988; Okano dan Tsuchiya, 2003). Namun, ada pepatah Jepang yang mengatakan mane wa manabu atau meniru adalah belajar.
Restorasi ini berkonsentrasi di bidang pendidikan, yaitu mengubah sistem pendidikan dari tradisional menjadi modern. Programnya antara lain wajib belajar, pengiriman mahasiswa Jepang untuk belajar ke luar negeri (ke Perancis dan Jerman), dan meningkatkan anggaran sektor pendidikan secara drastis. Apa yang telah dilakukan Kaisar Meiji ketika itu adalah suatu keberanian yang nampaknya belum terpikirkan oleh para pemimpin kita saat ini. Buktinya, anggaran pendidikan 20 % hanya berhenti di kertas konstitusi.
Jepang menerapkan prinsip Kaizen yang kemudian menjadi acuan bagi pola manajemen modern, terutama dunia bisnis. Kaizen secara harfiah berarti continuous improvement, alias improvisasi berkelanjutan.. Kaizen berarti peningkatan dalam keahlian. Hal ini memiliki maksud, kaizen erat sekali berhubungan dengan kesadaran akan pencarian masalah, kreativitas dan penciptaan ide, serta implementasinya. Ary Ginanjar Agustian mendefinisikan dengan lebih sederhana, bahwa kaizen berarti “mengambil yang baik, membuang yang buruk dan menciptakan yang baru.
Orientasi terhadap ilmu pendidikan di jepang menjadi perhatian serius. Prinsip kaizen itu tentunya tidak akan terjadi jika tidak didahului Restorasi Meiji yang memberi kesempatan belajar pada anak bangsanya secara luas. Sektor pendidikan harus menjadi prioritas pertama dalam pembangunan bangsa. Kaisar Hirohito juga pernah memerintahkan kepada ibu-ibu korban perang agar segera membentuk bun-ko, yaitu perpustakaan kecil di setiap RT. Selain peraturan negara, masyarakat juga proaktif secara mandiri membentuk “alat produksi” pengetahuanitu.
Bangsa Jepang adalah bangsa pembelajar terbaik di dunia. Mereka belajar seperti melakukan ibadah agama, yang dipraktikkan dengan semangat yang nyaris mencapai fanatisme. Mereka belajar dengan penuh semangat karena mereka paham betul kegunaannya. Pengetahuan yang unggul, intelektual, dan moral akan memberikan mereka kemajuan, kebahagiaan, dan Keunggulan. Keunggulan bagi bangsa Jepang.
Semua belajar dengan giat: pemerintah belajar, politisi, industrialis, para pekerja, kaum intelektual, anak-anak, ibu-ibu, semuanya belajar. Di Jepang dikenal istilah Joho shakai, "the information intelligence society", masyarakat cerdas dengan akses yang luas terhadap informasi. Belajar dan mencari ilmu adalah jiwa dari masyarakat Jepang.
Semangat belajar yang tinggi telah terbentuk sejak ratusan tahun. Sejak masuknya Konfusianisme menjadi dasar kepercayaan Jepang. Sejak para elite samurai mulai meninggalkan pedangnya dan mengajar di sekolah-sekolah, dan juga sejak Restorasi Meiji. Konfusianisme menekankan bahwa proses belajar akan memberikan kebahagiaan. Konfusius juga mengajari pengikutnya untuk banyak membaca. Melalui sistem pendidikan yang efektif, nilai-nilai ini tertanam kuat dalam masyarakat Jepang.
Di Jepang, dikenal jam belajar tambahan yang dinamakan "Juku". Di negara lain, jam tambahan digunakan untuk membantu anak-anak yang lambat daya tangkapnya. Di Jepang, juku digunakan semua anak untuk merebut ranking tertinggi. Jam tambahan ini bisa ber¬langsung dari jam 5 sore sampai jam 8, bahkan 9 malam, 3 kali seminggu. Persaingan di sana sangat keras. Intensitas belajar anak-anak Jepang akan mencapai puncaknya menjelang ujian negara. Di sana, istilahnya cukup menggetarkan, Shiken jigoku, “Neraka Ujian”. Menjelang ujian, (dua - tiga bulan sebelumnya) anak-anak kecil yang umurnya masih 12 - 13 tahun, belajar sampai jauh tengah malam. Seringkali mereka hanya tidur tiga atau empat jam semalam untuk menguasai bahan-bahan ujian. Tidak ada istilah “sistem belajar semalam” di sini.
Para ibu juga sangat aktif mendorong anak-anaknya belajar. Mereka dikenal dengan "Kyoiku Mama", “Ibu Pendidikan”. Mereka akan meneliti kualitas sekolah yang akan dimasuki anak-anaknya. Mereka mempelajari bahan-bahan pelajaran anaknya, dan mendampingi mereka belajar. Setiap ibu sadar, satu-satunya cara mendapatkan hidup yang lebih baik, adalah dengan anaknya sukses di sekolah. Mereka juga tidak akan ragu mengorbankan karier demi mendidik anak-anak mereka. Membaca, adalah kegiatan paling digemari bangsa Jepang. Di rumah, di taman hijau, atau di kereta api orang-orang menyempatkan diri untuk membaca. Mereka membaca apa saja, dari komik hingga analisis industri, teknologi baru, sastra, atau sejarah dunia. Di Tokyo, ada toko buku bernama Taiseido yang tingginya delapan lantai, seluruhnya berisi buku, dan selalu dipenuhi orang layaknya supermarket.
Masyarakat yang cerdas menghasilkan para pengusaha dan pekerja yang cerdas, dalam jumlah jutaan. Belajar juga adalah jiwa dari para pengusaha dan pekerja Jepang. Banyak pakar manajemen bicara tentang "learning organization", "smart corpora¬tion", dan sebagainya. Di Jepang, hal ini tidak diper¬bincangkan lagi karena sudah tertanam dalam jiwa mereka. Sejak era Meiji
Karakter para pekerja dan industrialisnya juga telah ditanamkan sejak dini di sekolah-sekolah. Sejak lulus, disiplin telah tertanam kuat. Kemampuan belajar dan menyerap teknologi juga telah ada di diri mereka. Kemampuan matematika yang tinggi, menghasilkan kemampuan problem solving yang juga tinggi. Mereka juga diajarkan nilai-nilai Konfusius untuk mengejar kesuksesan dan produktivitas, tapi tidak terpesona dengan "uang" dan "materi". Jadinya mereka selalu bersemangat meningkatkan kualitas produk dan perusahaan mereka, tapi tidak tergoda untuk menikmati keuntungan cepat. Mereka merasa tidak perlu menjadi serakah, dan lebih suka berinvestasi daripada menghambur-hamburkan uang.
Jepang adalah sebuah organisasi belajar yang sangat besar, intens, dan sistematis. Jepang telah menunjukkan kecepatannya dalam menyerap dan mengembangkan ilmu dan teknologi. Mereka juga dengan jelas memperlihatkan, bahwa dalam memajukan ekonomi hanya ada satu faktor yang paling berpengaruh, yakni sumber daya manusia berkualitas tinggi. Bahwa negara yang memiliki manusia yang unggul akan dengan mudah mengalahkan negara yang alamnya paling kaya sekalipun.
2. Sitem Pendidikan Firlandia
Kualitas pendidikan Finlandia menduduki peringkat pertama Negara dengan ibukota Helsinki (tempat ditandatanganinya perjanjian damai antara RI dengan GAM) ini memang begitu luar biasa. Peringkat 1 dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA (Programme for International Student Assesment) mengukur kemampuan peserta didik di bidang sains, membaca, dan juga matematika.
Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental.
Finlandia berhasil membuat semua peserta didiknya cerdas. Lantas apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi Top No 1 dunia? Dalam masalah anggaran pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah dengan beberapa negara lainnya. Finlandia tidaklah menggenjot peserta didiknya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban tugas tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir dengan berbagai tes.
Kuncinya keberhasilannya terletak pada kualitas tenaga pendidiknya. Di Finlandia hanya ada tenaga pendidik dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru dan dosen sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. Persaingannya lebih ketat daripada masuk ke fakultas hukum atau kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok dari siswa dengan kualitas seadanya. Beberapa mahasiswa di Indonesia malah memilih fakultas keguruan sebagai alternatif terakhir.
Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan serta pelatihan dari dosen yang juga berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi tenaga-tenaga kependidikan dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri.
Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi peserta didiknya merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar peserta didiiknya. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajarkan untuk semata lolos dari ujian. Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian. Pada usia 18 tahun siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Peserta didik diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! Ini membantu mereka belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, Dan kalau mereka bertanggungjawab mereka akan bekeja lebih bebas.para pendidik tidak harus selalu mengontrol mereka. Peserta didik didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Peserta didik belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh pendidik . Disini para pendidik tidak mengajar dengan metode ceramah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Adanya terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan, dan mengakibatkan suasana belajar menjadi tidak menyenangkan.
Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang pendidik yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap peserta didiknya dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai. Para pendidik sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan peserta didiknya. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu salah” maka hal tersebut akan membuat malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap peserta didik diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan peserta didik lainnya. Setiap peserta diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Kehebatan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi para pendidik yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Kalau saya gagal dalam mengajar, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya
D. STAHN MENUJU GOOD UNIVERSITY GOVERNANCE
Dalam mengayunkan langkah strategis ke depan, STAHN Gde Pudja Mataram harus mempunyai tekad untuk selalu komitmen pada keunggulan dan nilai-nilai dasar pendidikan yang berbasis Hindu, sesuai dengan visi dan misi STAHN itu sendiri yaitu sebagai pusat kajian Hindu yang unggul dan berdaya saing. Oleh karena itu STAHN Mataram harus diorientasikan pada terbentuknya suatu Good University Governance, yang meletakkan tujuannya sebagai pusat keilmuan, pusat kebudayaan, pusat peradaban, dan juga pusat inovasi yang senantiasa mengarahkan pada kemampuan untuk mengantisipasi perubahan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Relevansi era global ini menuntut STAHN Mataram untuk melakukan design ulang program pendidikan yang lebih berorientasi pada kepuasan pengguna ( satisfaction customer). Dalam konteks ini STAHN Mataram setidaknya harus mempunyai suatu standart penjaminan mutu terhadap nilai kepuasan pada customer atas kepentingan individu, kepentingan kolektif dan juga kepentingan sosial dan keagamaan.
Untuk mewujudkan visi dan misi lembaga menuju Good University Governance maka Faktor internal yang menjadi kondisi obyektif STAHN ke depan, yaitu upaya-upaya peningkatan dan pengembangan terkait dengan input mahasiswa, proses pendidikan dan pengajaran dan faktor pendukungnya, serta output, kelulusan yang memiliki kompetensi dan daya saing tinggi di dalam bursa kerja. Dengan kata lain, faktor internal menekankan pada upaya-upaya bagaimana STAHN mampu membentuk lulusannya yang memiliki nilai keunggulan dan kompetensi dalam pemahaman teoritis yang luas, kemahiran praktis dan keunggulan nilai-nilai keHinduannya.. Atas dasar itulah, proses pendidikan di STAHN hendaknya berupaya untuk mengkombinasikan antara pendidikan akademik sebagai bentuk transformasi knowledge dan techonology dengan kurikulum yang terstruktur yang mampu merespon isu-isu kontemporer. Sedangkan faktor eksternal lingkungan strategis yaitu kondisi obyektif di luar STAHN yang bersifat uncontrollable, tetapi menjadi kewajiban moral lembaga untuk memberikan kepedulian dan kontribusinya.
Salah satunya adalah dengan pembuatan renstra Pemahaman faktor eksternal dalam pembuatan renstra ini dimaksudkan sebagai upaya menjawab persoalan untuk merumuskan posisi strategis STAHN dalam memberikan kontribusi pemikiran konseptual dan kebijakan dari hasil kegiatan akademik bagi diskursus yang berkembang. Selain itu, STAHN dituntut tampil dalam arena nasional dan internasional untuk menyediakan dan memberikan solusi alternatif atas persoalan kenegaraan yang suatu saat sangat dibutuhkan masyarakat dan penyelengara Negara.
Dari kedua faktor lingkungan strategis itu, maka pencapaian tujuan strategi yang dirumuskan mustahil dapat dicapai jika tidak tersedia data yang akurat. Pada segi penjaminan mutu (Quality Assurance), data merupakan komponen yang sangat penting mengingat hampir seluruh kegiatan dan parameter keberhasilannya sangat ditentukan oleh data yang valid dan akurat. Untuk menentukan efektif tidaknya suatu unit organisasi juga terkait dengan jenis data, makna dan juga perubahan data.
Dengan mengacu pada visi dan misi STAHN dan dibarengi dengan pergantian kepemimpinan maka Renstra empat (4) tahun ke depan (2009 - 2013) diarahkan pada upaya untuk “Penyempurnaan teaching university sebagai dasar pijakan pengembangan research university. Atas dasar visi dan misi STAHN, maka renstra empat tahun ke depan, disusun sebagai arahan dasar atau acuan pokok bersifat strategis, jelas logis dan komprehensif, tetapi memberikan keleluasaan pada upaya bagi setiap unit untuk mencoba atau modifikasi program yang lebih relevan sesuai dengan skala prioritas. Pembuatan renstra harus memperhatikan faktor-faktor pendukung keberhasilannya antara lain :
1. Kapabilitas, komitmen dan integritas SDM yang tinggi
2. Sistem Penjaminan Mutu yang mendukung peningkatan kualitas akademik berkelanjutan
3. Sistem Informasi berbasis Teknologi Informasi
4. Sarana dan prasarana yang memadai
5. Program studi yang terakreditasi.
6. Pemberdayaan program studi melalui otonomi pengelolaan akademik
7. Budaya organisasi yang kuat
8. Kebanggaan dan rasa memiliki almameter
9. Networking yang luas dan kuat
10. Strategi pemasaran yang tepat
11. Koordinasi penelitian unggulan dan pemanfaat terpadu sumber daya universitas
E. PENUTUP
1. Rencana Strategis harus dijabarkan lebih lanjut dalam Rencana Operasional (RENOP) yang dilengkapi dengan indikator, capaian, strategi, rencana pengembangan, pelaksana, program kerja dan aktivitas di masing-masing unit.
2. Perguruan tinggi harus memiliki kredibilitas institusional secara utuh dan menyeluruh. Sistem ini harus memiliki akuntabilitas yang tinggi terhadap masyarakat, menunjukkan efisiensi dalam operasionalnya, menghasilkan lulusan yang berkualitas, memiliki manajemen internal yang transparan dan memenuhi standar
3. Pendidikan semakin dituntut untuk tampil sebagai kunci dalam pengembangan kualitas sumberdaya manusia ( out put pendidikan), yaitu manusia yang me-miliki wawasan, kemampuan, keterampilan, kepribadian yang sesuai dengan kebutuhan nyata yang dihadapi umat/bangsa. Dengan ciri seperti itu, maka hasil suatu proses pendidikan bukan hanya diukur dari apa yang diketahui (know-what), melainkan apa yang secara nyata dapat ditampilkan oleh lulus-an pendidikan (know–how).
4. Dalam perspektif dunia kerja, orientasi kepada kemampuan nyata (what one can do) yang dapat ditampilkan oleh lulusan pendidikan akan semakin kuat, artinya, dunia kerja akan cenderung lebih realistik dan pragmatik, dimana dunia kerja lebih melihat kompetensi nyata dapat ditampilkan seseorang daripada ijazah semata-mata.
5. Sebagai dampak globalisasi, maka mutu pendidikan suatu komunitas atau kelompok masyarakat, tidak hanya diukur berdasarkan kreteria dalam internal mereka, melainkan dibandingkan dengan pendidikan komunitas lain. Contohnya: kualitas pendidikan Hindu tidak hanya diukur dilingkungan komunitas Hindu saja, tapi juga dibandingkan dengan kualitas pendidikan Islam,Katholik atau Kristen, Budha.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Santoso Wignyosukarto,2008. Materi Dies Reader Universitas PGRI Yogyakarta. Yogjakarta.
Edi Wibowo, 2006. Pendidikan Tinggi Diera Pasar Bebas. Semarang: Universitas Negeri Semarang
Panji Gumilang AS, 2008. Globalisasi Dan Pendidikan: Majalah Berita Indonesia.
Irwandi, 2009. WCU dan Fajar Optimisme Perguruan Tinggi Indonesia. (FB/Coki, worldchanging.com)
................2009. Perguruan Tinggi RI Terbaik Dunia : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/209269/
................2008. Indonesia dalam WRWU : http://www.webometrics.info.
DAFTAR HADIR PESERTA SEMINAR DALAM RANGKA DIES NATALIS KE VIII STAHN GDE PUDJA MATARAM
TANGGAL 11 JULI 2009
NO. NAMA TTD
Kamis, 05 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar